Ajian Memekreu

Ajian Memekreu


Oleh: Aqib Muhammad Kh

Manusia yang merasa tidak butuh saudara dan tidak butuh teman dalam hidup adalah manusia yang aneh. Dia belum termasuk dalam kategori manusia yang kaffah. Bagaimana tidak? Dalam pengertiannya, orang saleh adalah orang yang baik hablum minallah-nya (hubungan dengan Allah Swt) juga baik hablum minanast-nya (hubungan dengan manusia). Dan itu konkret.

Tapi tidak mudah juga menjadi manusia yang benar-benar diterima oleh banyak manusia. Maksud saya, bisa memberi kedamaian bagi semua kalangan—atau dalam istilah ilmiah disebut “pluralisme”. Katakan, misalnya, Gus Dur, yang dikenang oleh ribuan orang lintas agama, suku, ras, dan budaya. Itu tidak lain adalah karena beliau dapat menjadi pribadi yang mampu nguwongke uwong (memanusiakan manusia)—dalam konsep ilmiah disebut “humanisme”. Entah saya juga dungu dalam masalah berbahasa baku.

Kalau boleh saya analogikan, jadi manusia itu mbok sedikit-sedikit meniru konsepnya bunglon. Bunglon itu punya ajian “mimikri”, yaitu jurus mengubah warna kulit menurut tempatnya. Nah, kalau bunglon punya mimikri, betapa keren dan sangarnya bila saya punya ajian “memekreu”, yaitu ajian untuk mengubah sikap saya; gaya bicara, mimik wajah, tingkah dan solah, di depan umum. Namun mustahil juga itu terjadi. Saya manusia lemah dan baperan terhadap cibiran, celaan, makian, orang-orang, bahkan guyonan teman dekat saya sendiri pun, masih kadang saya dibikin nggak enak ati. Astagfirullah.

Maka saya terlalu muluk-muluk kalau berharap ingin dicintai banyak orang. Saya tidak manfaat sama sekali kok ingin dicintai banyak orang. Kan gak baik juga, berharap tidak pada tempat dan kapasitas usahanya. Bentuk kepasrahan saya masih pada tingkatan tawakkal, yang kepasrahan pada Tuhan harus dilakukan setelah overpower usahanya. Masak saya berharap dicintai, kalau sekelumit pun stimulus perasaan kepada orang lain tak saya berikan?

Menyoal ini, Nabi Musa As pernah diberi Allah SWT kesempatan berdoa dan langsung dikabulkan seketika itu juga. Nabi Musa As pun berdoa kepada Allah; beliau meminta agar semua umatnya, Bani Israil, mencintainya. Mendengar doa itu, Allah SWT menimpali Nabi Musa As: “Bagaimana Engkau meminta sesuatu yang Aku sendiri tidak menerapkannya?” Terdiam Nabi Musa As mendengar istifham takriri (sebuah pertanyaan yang tidak perlu jawaban, karena jawabannya sudah diketahui secara jelas. Misal, pertanyaan Allah SWT di dalam Al-Qur’an: قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون (Katakanlah, wahai Muhammad: “Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?) Jawabannya kan, jelas tidak!)

Dalam arti lain, pertanyaan Allah itu mengarah pada pemahaman: Allah Swt qodir (sangat mampu) kalau hanya sekedar menjadikan segala manusia di bumi ini iman. Tapi Allah Swt memberikan setiap manusia akal, iradah juz’iyyah, agar manusia berpikir.

Sebagai jalan penunjuk, Allah Swt membekali setiap umat para rasul kitab. Kita sebagai umatnya Nabi Muhammad Saw, umat terbaik di bumi, dibekali Allah Swt Al-Qur’an, sebagai hudzan (petunjuk). Sedang petunjuk (hidayah) itu hak prerogatif Allah Swt: ya sak karepe Allah tho. Maka bilamana bertemu orang yang nakalnya minta ampun, jangan klaim dan vonis ia penghuni neraka. Gak baik. Memang neraka milikmu?

Dari kisah Nabi Musa, kita bisa memahami, betapa beratnya jadi orang manfaat, betapa banyak ujian yang ditanggung oleh orang manfaat, betapa orang yang manfaat, selain dicintai banyak orang, pula harus mau dibenci banyak orang. Itu konsekuensi. Risiko. Makanya jangan jadi orang manfaat jika hatimu masih sempit dan cupet. Nanggung nanti manfaatmu.

Karena hal itu, dari banyaknya risiko dan konsekuensi orang manfaat, Nabi Muhammad Saw bersabda: خير الناس انفعهم للناس (Sebaik-baik orang adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia). Sudah muttafaqunalaih—dalam diskusi-diskusi, dikursus, atau kajian—bahwa semakin mahal nilai sebuah barang, semakin langka dan sulit untuk ditemui. Manfaat itu buahnya manis, maka sulit juga untuk jadi manfaat.

Selain itu, saya ingat benar yang dikatakan guru saya. Beliau berkata kalau ini adalah dawuh Mbah Sahal Mahfudz, Kajen: “Kalau ingin dianggap baik itu gampang. Cukup diam, akan dianggap baik. Tapi jika ingin bermanfaat, maka harus siap dicaci maki, dihina, dan dicemooh habis-habisan.”

Aqib Muhammad Kh

Jumat Mubarak, 15 April 2022

Kamar: Surga Kata-kata

ORDER VIA CHAT

Product : Ajian Memekreu

Price :

https://www.baitulkilmah.com/2024/11/ajian-memekreu.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Discussion