Bodoh dan Susah

Bodoh dan Susah


Oleh: Akhmad Gunawan Wibisono

"Pertanyaannya: Apa pernah bodoh dan susah?"

Guru yang buruk seringkali datang dari sosok orang pintar yang ga pernah ngerti gimana rasanya jadi bodoh, susah paham materi.

Kamu ngerti kenapa banyak ilmuwan atau profesor yang udah mentereng dengan sekian prestasi, tapi justru gak bisa ngajar di kelas. Iya memang mereka jenius, pinter banget.  Tapi justru karena kejeniusannya itulah dia gak pernah tahu gimana rasanya jadi bodoh.

Berbalik dengan pengajar yang berangkatnya emang goblok, lalu mengasah diri sampai pinter. Naini beda, biasanya orang gini bisa ngajar semua jenis murid: dari yang goblok sampai otak superior, bisa kok. 

Kamu harus paham, bedakan antara orang yang pintar untuk dirinya sendiri dan orang yang mampu memintarkan orang lain.

Sekarang mari saya geser, ini tentang kesulitan hidup.

Bagian ini erat kaitannya ama pola asuh dan kondisi finansial.

Saya mengamati, benar-benar ada banyak sekali orang yang gak pernah "susah".

Uangnya banyak, kalau merantau kosnya bagus, makannya enak-enak, pendidikan bagus, keluarga punya relasi, nasab, dan reputasi oke, dikelilingi orang-orang baik pula. Ya, itu previlese yang hebat.

Punya kendaraan dan uang banyak, itu enak. Tentu keadaan ini beda ama orang yang dompetnya tipis dan gak punya kendaraan pula, sebuah kondisi yang mengharuskan dirinya berjalan sekian kilo meter.

Bagi orang yang hidupnya nyaman, mereka akan berada pada titik terendah ketika galau oleh pikirannya sendiri: mau ambil S2 ke mana, nanti nikah sama siapa, mau beli motor apa, ganti laptop apa enggak, jadi CO pakaian baru apa enggak, gitu. Kondisinya jauh berbeda ama titik terendah orang yang 3 hari ga makan, ga pegang uang, miskin.

Inilah yang membuat kenapa pemahaman orang yang gak pernah bodoh dan susah jauh berbeda ama yang pernah bodoh dan susah. 

Mereka gak akan saling mengerti tentang kesusahan masing-masing, sebab ya emang jalannya gak sama, tingkat keterjalannya berbeda jauh. Ibaratnya kayak mereka sama-sama berangkat dari Lamongan-Jakarta, satu naik kereta kelas eksekutif, satunya naik ekonomi. Benar-benar perbedaan yang jauh.

Orang yang hidupnya nyaman, bingungnya gimana nyelesaikan tugas kuliah. Sedang yang miskin? Boro-boro kuliah, jatah makan besok aja mikir dulu. Orang yang dibiayain ama orang tua untuk kursus di Kumon, tentu beda berangkatnya ama anak otodidiak yang belajar matematika sendiri. Ya gimana, miskin kok. 

Baca Juga: Social Skill; memposisikan diri.

Lagi-lagi ini yang membuat pemahamannya gak sama, kamu yang dulu udah pernah sekolah negeri, masuk pesantren elit hingga kuliah di kampus ternama, tentu akan lucu kalau sambat soal hidup ke anak yang sekolahnya antah berantah, ecek-ecek. Hayoloo?

Hal kayak gini amat sensitif sejak medsos udah berkuasa, semuanya mudah diakses. Lihat orang di IG kok kayak mudah banget diterima di PTN favorit, sering jalan-jalan, kok aplutan fotonya makan enak-enak di resto, dan bagi yang berkeluarga, semua nampak enjoy dan berbahagia.

Jadilah kamu mengutuk diri dan nasib. Lah wong kamu makan aja masih susah, masih langganan tahu-tempe, untuk beli barang sekian harus nabung dulu berbulan-bulan eh malah yang diikuti foto orang jalan-jalan ke luar negeri tiap Minggu.

Tapi gapapa, susah gapapa! Sebab kesusahan itu akan memunculkan ketangguhan. Ini udah jadi hukum yang jelas!

Beberapa orang yang berangkat dari nol: kebodohan, kemiskinan, kepayahan, ini kayak berangkat jalan kaki ke sekolah. Tentu gak sama dengan anak yang naik PCX. Meski jalan kaki itu sangat melelahkan, berpeluh-peluh, dan bisa bikin kaki sakit tapi setelah itu kekuatan fisik, mental, serta kesehatannya terjamin oke.

Ketangguhan itulah yang membuat orang-orang kayak gini berbeda. Minimal dari sorot matanya, mereka memancarkan sorot mata yang tajam dan khas. Sangat mudah dikenali antara orang yang hidupnya nyaman ama orang yang penuh kepayahan. 

Sabar dikit ya, jika emang kondisinya masih buruk dan ditimpa kegagalan. Apapun yang terjadi, kata Patrick: tetaplah bernafas! Mengeluh dan nyerah hanyalah orang payah!

Gapapa prosesmu masih lambat, jujur aja emang lagi kayak gitu kondisinya. Ditinggalkan ya wajar, ga punya temen ya normal. Norma sosial secara umum emang begitu, selalu orang yang berpunya banyak temen. Yang penting satu, jangan pernah menyerah!

Kata Nietzsche, "Dia yang memiliki alasan 'mengapa' dalam hidup bisa menanggung hampir semua 'bagaimana'."

 

SIAPA SURUH JADI GURU?

ORDER VIA CHAT

Product : Bodoh dan Susah

Price :

https://www.baitulkilmah.com/2024/12/bodoh-dan-susah.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Discussion