Orang Alim dan Kepriwe Tho Koé?
Oleh: Aqib Muhammad Kh
Bila engkau sendiri di kamarmu yang gelap, apa
yang lebih dominan —terbesit di pikiranmu— yang akan kau lakukan; ibadah, atau
maksiat? Bila sedang dalam kerumun dan keramaian orang, apa yang lebih —di
dalam pikirmu—akan kau lakukan; melakukan maksiat, atau bercitra diri dengan
menampakkan kebaikanmu saat sedang dalam keadaan itu saja?
Bagaimanapun jawabanmu, saya tidak peduli.
Mengurus, me-nyolah, memperbaiki dan men-tahsin diri saya sendiri
pun aku belum bisa. Mengapa lantas saya harus mencitrakan diri agar kalian mau
menuruti saya, lantas saya mendapat predikat orang "'alim" dari
kalian? Naudzubillah. Wal 'iyadu billah.
Sebab dari kerakusanmu mendapat pujian dan
sanjungan manusia, kecewalah hatimu nanti. Berat itu rasa kecewanya. Sebab itu,
dibutuhkan ke-legowoan dari hati yang sudah menyamudra dan membumi untuk
me-nyolah dan memperbaiki orang banyak. Dalam istilahnya, menjadi
ulama'. Ulama' itu luas. Maknanya tidak sempit dan cupet. Beberapa hari
kemarin, saya ngaji kitab Minhajul 'Abidin karya Hujjatul Islam, Abu Hamid
Muhammad Al-Ghozali kepada Yai Aguk.
Di sana, Imam Ghozali mengutip salah satu
hadist Kanjeng Nabi Muhammad SAW: ان فضل
العالم على العابد كفضلي على ادنى رجل من امتي (Sesungguhnya (perumpamaan) keutamaan
orang 'alim (orang yang pandai ilmu agama dengan ahli ibadah itu seperti
keutamaanku dengan laki-laki yang paling rendah (derajatnya) dari umatku.)
Yai kemudian mengajukan sebuah pertanyaan
kepada kami yang ikut mengaji: "Lalu bagaimana ciri-ciri orang 'alim yang
dimaksud dalam hadist tersebut? Apa orang yang ahli dalam ilmu saja? Berarti
derajat kaum orientalis lebih tinggi dari kita, orang awam? Jelas tidak, bukan?
Orang 'alim adalah orang yang secara perilaku
dan sikapnya persis seperti ucapannya. Perbuatannya sekata dan seiya dengan
ucapannya. Guna apa banyak ilmu kalau tingkah dan laku masih macam hewan?
Justru semakin bahaya. Dalam nadhom Zubad karya Ibnu Ruslan disebut: فعالم بعلمه لن يعملن # معذب من قبل عباد الوثن. (Orang
'alim yang tidak mengamalkan ilmunya # akan diazab sebelum penyembah berhala). اللهم اجعلنا من العاملين، ووفقنا للخير (Ya Tuhan,
jadikanlah kami orang-orang yang mengamalkan ilmu-ilmu kami, dan berilah kami
pertolongan untuk selalu berbuat baik.)
Maka dari itu, terka-terka dulu kapasitas
dirimu. Katakan, saya di bidang pertanian, seyogianya saya mengajar di bidang
itu. Mengajak orang untuk sama-sama bertani dan menghasilkan uang. Nantinya,
uang hasil panen didarmabaktikan untuk kemaslahatan umat. Itu masya Allah. Jadi
ketahui dulu dirimu. Perbaiki dulu apa yang akan diajarkan pada umat. اصلح نفسك يصلح لك الناس. (Perbaiki dulu dirimu,
nanti manusia akan membaikimu).
Sama seperti ketika saya bilang: "Lhawong
koé ki nyengit karo wong, kok njalok diapiki wong? (Kamu aja jahat sama
orang, kok minta dibaiki orang?) Kepriwe to kue iki?, sebuah bahasa
Ngapak yang sedikit saya ketahui. Artinya: “Bagaimana to kamu ini?
Misal, Doyok selalu dijahati Mardi. Di-ghibahin
terus-terusan, difitnah, dan lain-lain. Suatu hari, Doyok bilang pada saya:
"Aku tidak punya alasan untuk membaiki Mardi, Mas."
Saya tidak menimpali sambatnya. Takut
menyinggung perasaannya. Karena saya pun masih abal-abal.
Beberapa hari, saya baca quotes Gus Dur di
instagram: "Jika kamu tidak punya alasan untuk menyayangi orang lain, maka
cukuplah ia sebagai hamba Tuhan, sama sepertimu, yang kau jadikan alasan."
Iya, benar. Tapi sulit sekali untuk merealisasikannya.
Lalu ada konsep: Bila kita temukan orang jahat,
maka bencilah sikapnya, jangan orangnya. Aduh. Sulit sekali menjadi manusia
seperti itu, bukan? Tapi apa salahnya belajar. Pelan-pelan. Sedikit-sedikit. Step
by step. Insya Allah bisa kok. Yuk bisa yuk.
Dan di antara keajaiban adalah, hati manusia,
kadang secepat kilat dan semudah membalik telapak tangan, bisa berubah dan
goyah dari keyakinannya. Termasuk hatiku, yang tiba-tiba menulis tulisan ini.
Ah, entah. Mengapa tiba-tiba ngelantur dan menyimpang dari pembahasan?
Maafin. L
Sabtu, 16 April 2022
Lampu Merah Kasongan:
Jalanan Semalam-malam
Discussion