Social Skill; memposisikan diri.
Oleh: Akhmad Gunawan Wibisono
"Apa social skill yang nampak mudah, tapi kenyataannya susah?"
"Memosisikan diri," jawabku.
📝
Memosisikan diri...
Besok kan PILKADA serentak, ya? Ini sebenarnya jadi pertaruhan berat bukan hanya pada siapa yang memimpin di daerahmu, tapi juga bicara soal, "siapa yang dipimpin." Sebab gini, ngritik pemerintah, caci maki pemimpin itu kan gampang banget. Lihat aja noh di komentar instagram, netizen pada jahat semua ama yang namanya pemerintah. Misal aja nih, bupati A terpilih, past i ada aja netizen yang komentar buruk soal bupati ini ga pecus lah, gagal lah, janji manis lah.. ntar juga gitu, misal udah ganti bupati B pasti masih ada orang-orang yang main tunjuk hidung untuk ngatain pemerintah gak kompeten memimpin.
Pertanyaannya, "lha njalukmu ki piye jane?"
Ini butuh jawaban serius sebab yaa, kadang saya sendiri gedek ama orang Indo. Dikasih pemimpin ini salah, di kasih itu salah. Ini akan berdampak seolah-seolah semua pemerintah itu buruk. Orang-orang ga pernah berpikir bahwa jangan-jangan yang salah bukan di pemerintahnya, tapi sama tadi: siapa yang dipimpin. Mudah saja, seekor singa yang galak kalau ditaruh sekandang ama kawanan kambing ya lawak. Di sini meski singa disebut raja hutan dan berpotensi untuk bisa memimpin secara ideal, tapi nyatanya yang dipimpin adalah para kambing ya sama aja. Ujung-ujungnya singa nampak kayak plonga-plongo.
Paham maksudku?
Si singa kebingungan untuk mimpin kawanan kambing, dikasih arahan gini ngeyel, dikasih kebijakan begini-begini mager, diatur sedemikian rupa eh katanya mempersulit. Nah, sekarang kita masuk ke sini, ke posisi "di manakah Anda saat ini?" Kalau emang posisimu adalah rakyat selaku pemilih, ya monggo menggunakan hak pilih secara baik. Masalahnya di sini, ketika siapa-siapa yang kamu pilih ternyata kalah, ya jangan ngedumel lalu mengutuk ini-itu. Itu emang udah jadi hukum rimba politik.
Kalau yang kamu pilih kalah, di sinilah sebenarnya ego rakyat diuji. Bisa gak ikut dan patuh ama pimpinan yang terpilih? Bisa gak kamu ikut regulasi ama bupati yang kamu hujat sebelumnya? Jika di sini aja gagal, maka sebenarnya kamu gak tahu diri, gak tahu posisinya di mana. Okelah mungkin di antara para pejabat itu ada yang culas, bobrok, goblok untuk memimpin. Tapi apakah itu berlaku untuk semua? Di antara semua kebijakan yang udah dikeluarkan, apakah itu 100% gak guna? Ya enggak, mereka juga ada yang baik loh. Persoalannya akan jadi rumit kalau udah tahu kamu ini rakyat, pemilih, eh gonta-ganti pemimpin tetap aja jadi oposisi. Yang salah di sini siapa? Hayoloo?
Coba sedikit menekan ego diri, kalau istilahnya Pak Fahruddin Faiz, "ayo jadi awam yang baik." Maksudnya, jangan seolah-olah problem lapangan semua salahnya pemerintah. Naini lucu. Taruhlah misal di desa A ada jalan yang rusak, kamu langsung nyalahin bupati. Lah.. padahal kalau kamu paham, jalan yang kamu lewati terbagi menjadi beberapa: ada jalan desa tanggungjawabnya siapa, jalan kecamatan tanggungjawab siapa, jalan provinsi tanggungjawab siapa. Jalan desa rusak, tapi nyalahin presiden, tolol namanya!
Bisa paham?
Jika konteks "memosikan diri" saya tarik lebih jauh, ini bisa panjang tulisannya. Tapi ntar lah, saya bahas kapan-kapan dan sesegera mungkin.
Discussion