Tentang Anak-Anak Palestina di Pengungsian Distric Zarqo
__Catatan Perjalanan.
Oleh: Aguk Irawan MN
Mungkin ada yang bertanya kenapa anak-anak pengungsi Palestina yang kami temui di Kamp wajahnya terkesan ceria dan tidak kotor, berlumuran debu dan ada bercak darah seperti yang sering tampil di Medsos? Jawabannya tentu saja karena kami bukan tim relawan medis, yang mempunyai kecakapan dalam penanganan kondisi darurat disaat mereka baru saja terkena musibah, seperti rumahnya hancur.
Tetapi kami relawan tim logistik dan trauma healing. Anak-anak yang kami temui di pusat rehabilitasi dan trauma healing semacam balaidesa distrik Zarqo itu kondisinya bermacam-macam, ada yang sudah tinggal beberapa bulan, bahkan tahun, sebagian dari mereka ada yang yatim dan piatu, sebagian lagi memang lahir dan tumbuh di daerah pengungsian itu.
Kegiatan yang kami lakukan lebih pada pembagian sembako, berbuka puasa bersama, dan trauma healing, kami mengisi dengan berbagai aktivitas edukatif dan hiburan, seperti menggambar, bermain, bernyanyi sambil menumbuhkan rasa nasionalisme, serta sesi motivasi. Anak-anak terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan ini.
Anak-anak Palestina ini, khususnya yang telah lama tinggal di daerah pengungsian, tidak hanya membutuhkan pengobatan medis, tetapi juga dukungan psikologis. Melalui trauma healing ini, kami ingin memberikan ruang bagi mereka untuk kembali tersenyum menyambut masa depan dan merasa aman meskipun berada di pengungsian.
Menurut cerita, banyak dari mereka yang ketika awal dibawa masuk kondisinya memang memprihatinkan, tidak jauh berbeda dari yang sering lewat di beranda Medsos kita. Mereka kemudian mendapatkan bantuan pelayanan kesehatan dan pendidikan alakadarnya dari berbagai NGO bekerjasama dengan pemerintah setempat.
Semenjak 7 Oktober 2024, ketegangan antara Palestina dan Israel memuncak, kondisi ini membuat banyak infrastruktur di Palestina mengalami kerusakan berat. Menurut data,, sebanyak 290.820 tempat tinggal hancur akibat seranagan mendadak Israel.
Selain itu, fasilitas umum seperti sumber air, sekolah, dan juga rumah sakit mengalami kerusakan parah. Hal ini membuat penduduk Gaza terdorong untuk mencari suaka baru untuk melanjutkan kehidupan mereka. Maka mengungsi ke negara tetangga merupakan salah satu cara yang terpaksa diambil para penduduk Gaza.
Dari sekian banyak pengungsi ke negara tetangga, pengungsi yang paling banyak ada di kawasan Yordania. Negara ini selain dikenal ramah dengan pengungsi Palestina sejak dahulu, juga berbatasan langsung dengan Palestina di sebelah timur Tepi Barat. Sungai Yordan menjadi batas alam antara Yordania dan Tepi Barat.
Yordania memiliki populasi yang cukup besar dari keturunan Palestina, di mana banyak warga Palestina melarikan diri ke Yordania saat konflik Arab-Israel pecah pada 1948 dan 1967. Kini, negara itu telah menampung jumlah migran Palestina terbanyak. Saat ini, ada 10 kamp pengungsi resmi dan tiga kamp pengungsi tidak resmi di Yordania, dan 2.034.641 pengungsi terdaftar.
Jumlah itu bertambah sejak Januari 2020, Yordania menampung lebih dari 745.000 pengungsi, termasuk lebih dari 655.000 warga Suriah dan hampir 100.000 warga negara lainnya. Anak-anak mewakili lebih dari separuh komunitas pengungsi.
Sebagian besar pengungsi Palestina di Jordania, pelan-pelan telah mengubah status kewarganegaraan mereka sebagai kewarganegaraan Jordania. Keputusan tersebut diambil para migran Palestina agar mendapatkan akses yang lebih baik di negara Jordania.
Amman-Zarqo, 27 Maret 2025.
Discussion